
Antusiasme warga DKI Jakarta yang sangat tinggi terhadap Pilkada 2017 ini memang menggembirakan. Di sisi lain, kesadaran menggunakan suara atau hak pilih ini juga seharusnya diimbangi dengan kesiapan berbagai pihak. Beberapa keluhan seputar ditolak untuk memilih datang dari berbagai titik.
Seperti sejumlah pemilih di TPS 15 Rumah Sakit Cipto Mangkusumo (RSCM) yang terbuang begitu saja. Para calon pemilih sudah mengikuti arahan dengan membawa kartu keluarga (KK) dan menunjukkan KTP, serta surat keterangan C6 dari pengurus RT setempat. Akan tetapi, mereka tetap dilarang masuk ke bilik suara.
Seorang bapak yang menolak diwawancara tampak dicegat petugas. Dia sudah membawa KK dan KTP serta C6, tapi tetap tak boleh masuk. Kata petugas persyaratannya kurang.
"Saya tidak tahu soal aturan itu. Yang saya tahu dari KPU Pusat aturannya adalah harus bisa nunjukin Surat Keterangan A5. Ini supaya tak terjadi pemilih ganda. Itu saja. Selebih dari itu tidak bisa diterima," tegas Petugas KPP Kenari, Fadly.
Ada juga seorang ibu yang tinggal di Krukut, Jakarta Barat. Yakni Pugi (37) mencak-mencak karena tidak diperbolehkan menggunakan hak suaranya. Padahal dia antusias mengikuti pilkada tahun ini yang menurutnya bagus.
"Saya ingin sekali bisa nyoblos tahun ini. Tapi gimana, saya kan banyak urusan. Harus bolak balik ngurusin A5 itu saya enggak ada yang sempat bantuin," ucapnya kepada Okezone, Rabu pagi tadi (15/2/2017).
Anak perempuan Pugi masih berusia tujuh tahun. Pada usia sebelia itu dia harus terbaring di rumah sakit akibat menderita leukimia. Sekarang putri Pugi juga rutin menjalani kemoterapi. Jalan yang ia tahu kini hanya antara rumah sakit dan kamar tidurnya.
"Anak saya sakit. Saya tak bisa memikirkan hal lain. Saya sudah urus KTP kepindahan dari tahun lalu. Saya kan pindah domisili juga. Tapi sekarang nama saya belum juga terdaftar," terangnya.
Laporan serupa datang dari Gerakan Muslimah Memilih Pemimpin, Wiwi. Timnya bergerak dari Bogor untuk memantau Pilkada DKI. Dia pun menemukan kejanggalan dari segi sosialisasi surat keterangan A5.
"Saya juga bingung ya. Di sini keterangannya beda-Beda. Satpam bilang aja enggak ada penyuluhan dan sosialisasi. Jangankan pasien. Perawatnya sendiri aja ada yang enggak bisa nyoblos karena enggak tau harus urus A5," terangnya.
Rumah sakit sendiri memastikan mereka hanya bertanggung jawab menyediakan tempat. Sementara Kemenkes RI dan tim KPU Bawaslu dan Panwaslu yang mengeksekusi mekanismenya.
Wiwi menyebut, dia pribadi sudah mendapat enam pengaduan soal kepemilikan A5 tersebut. Bertentangan dengan pernyataan Ketua DKPP RI Jimly Asshiddique dan rombongan yang memastikan boleh memilih di TPS manapun setelah jam 12.
"Itu mungkin di TPS Khusus. Kalau pemilu presiden kemarin bisa saja disediakan seperti itu. Tapi ini pilkada. Kalau kurang sosialisasi, itu kembali kepada RT dan RW setempatnya," ucap Fadly.
0 komentar:
Posting Komentar